New Page 1
Dinamika Intelektualitas Kaum Muda
 
Jl.  K. H. A.  D a h l a n   No. 7  Telp/Fax. 0651-21433 Banda Aceh
 
 
I f t i t a h
Dari Redaksi [Baca
Karikatur

Tampilkan gambar Karikatur

 
· www.anakmess.faithweb.com
Situs Anak-anak Ahmad Dahlan
· www.muhammadiyah.net
Portal Muhammadiyah Internasional.
· Edisi HAM
 
 
 
 
 

O P I N I

 

Syariat Islam adalah hukum yang diturunkan Allah yang mengatur segala aspek kehidupan manusia. Pelaksanaannya adalah tuntunan keimanan dan kalau ditinggalkan akan mendapatkan ancaman dari Allah. Ada tiga ayat Al-Quran yang secara tegas mewajibkan atas orang-orang Islam, untuk tunduk pada satu hukum yaitu hukum yang diturunkan Allah. Barang siapa yang tidak melakukan hal itu maka dinilai kafir, fasiq, dan zalim.

Untuk menegakkan syariah (hukum) masyarakat muslim memerlukan peradilan yang akan menegakkan hukum itu. Mengenai bagaimana bentuk kelembagaan peradilan dan proses penyelesaian sengketa (hukum perdata dan pidana) tidak ditemukan literatur, ketentuan yang membahasnya secara khusus. Dalam beberapa kitab fiqih kita hanya menemukan pembahasan mengenai prinsip-prinsip perlunya peradilan, syarat-syarat seorang hakim dan beberapa hal tentang pembuktian.

Ketika Rasul masih hidup disamping  tugas-tugas kenabian sebagai pemimpin dan pembimbing umat, beliau juga sekaligus melaksanakan tugas menyelesaikan sengketa yang diajukan oleh umat kepadanya.

Di zaman Khulafaur Rasyidin, barulah dimulai pengangkatan Qadhi di setiap kota atau daerah yang dianggap perlu, sesuai dengan kebutuhan waktu itu. Ulama sepakat bahwa hukum adanya suatu pengadilan dalam suatu masyarakat (negara) adalah “fardhu kifayah”.

Bagaimana prinsip-prinsip dasar peradilan dalam Islam dapat kita baca surat Umar Bin Khatab (Risalatul Qadha) yang sangat terkenal yang ditujukan kepada Abu Musa al Asy’ari sebagai qadhi pada waktu itu.

Prinsip-prinsip pokok lembaga pengadilan yang memadai yang dicantumkan Umar Bin Khatab dalam suratnya itu adalah :

1)      Bahwa adanya pengadilan kebutuhan yang mutlak (faridhah) untuk penegakan hukum.

2)      Bahwa hakim harus memahami benar-benar kasus perkara yang diajukan padanya, dan kalau sudah diputus sesuai bukti-bukti  (lahir) haruslah dilaksanakan, karena adalah tidak ada manfaatnya sesuatu yang hak itu (putusan hakim tentu menentukan yang hak dan atau benar) dibicarakan atau diucapkan (hakim), kalau pelaksanaannya tidak ada atau tertunda-tunda (law enforcement)

3)      Hakim harus bersifat tidak berpihak dalam pemeriksaan dan memutuskan perkara, dan harus kelihatan tidak berpihak, agar orang-orang yang kuat (bangsawan atau kaya) akan berharap akan kecurangan hakim, dan orang-orang yang lemah tidak berputus asadalam minta keadilan (bandingkan dengan undang-undang No. 14 tahun 1970 pasal 5).

4)      Memahami fakta-fakta dari perkara yang diajukan secara tuntas, baru menentukan hukumannya; (dengan bahasa hukum sekarang bagian ini menunjukan pada hukum acara yang harus dipegang hakim demi kepastian hukum bagi pihak-pihak yang berperkara).

5)      Keikhlasan yang harus meliputi semua tingkah laku hakim dalam melaksanakan tugasnya, karena segala amal perbuatan manusia tidak akan diterima tuhan, kecuali yang dilakukan dengan ikhlas.

 

Prinsip-prinsip pokok peradilan seperti yang tercantum dalam surat Umar Bin Khatab tersebut, yaitu peradilan yang mandiri dan dihormati hanya bertahan sampai dengan masa Khulafaur Rasyidin.

Akibat perpecahan di kalangan umat Islam dan jatuhnya wilayah-wilayah Islam di bawah jajahan bangsa-bangsa Barat, kajian-kajian tentang peradilan Islam pun tidak lagi berkembang dan umat Islam pun berkiblat dan mengikuti sistem peradilan yang dikembangakan bangsa-bangsa Eropa.

Masalah kelembagaan Peradilan (Qadhi) masalah ijtihad, karena itu di antara satu negara dengan negara lain bisa saja berbeda, lalu bagaimana dengan sistem peradilan yang berlaku di Indonesia sekarang?

Pada masa Rasul dan zaman  Khulafaur Rasyidin kita belum mengenal istilah Jaksa, Polisi dan Pengacara dalam penegakan hukum kecuali hakim. Bila ada permasalahan yang perlu diselesaikan dilaporkan langsung kepada Nabi, Khalifah atau Qadhi. 

Peradilan Yang Mandiri dan Adil 

Islam sangat mementingkan Kebenaran dan Keadilan. Banyak ayat-ayat dan hadits yang berbicara tentang kebenaran, keadilan, kejujuran dan norma-norma yang harus ditegakkan. Al-Quran dan Sunnah Rasul juga berbicara tentang  kedhaliman, keburukan yang harus dijauhi.

Allah sesungguhnya memerintahkan berbuat keadilan, berlaku Ihsan dan memberi kepada karib kerabat serta melarang dari perbuatan keji, mungkar dan pembangkangan. Dia memberi pelajaran kepada kalian semoga kalian ingat (QS. An Nahlu 90).

Proses penyelesaian sengketa di pengadilan seperti yang berjalan sekarang ini di Indonesia meskipun bersumber dari bangsa-bangsa Barat selama keberadaannya berorientasi untuk mewujudkan tegaknya keadilan tentu dapat diterima.

Apa yang dianggap oleh muslim sebagai suatu kebaikan, maka itu adalah suatu kebaikan (hadits).

 

Peran Polisi, Jaksa, hakim dan Pengacara

         Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 Tentang Keistimewaan Aceh dan Undang-Undang No. 18 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Nanggroe Aceh Darussalam telah memberi kesempatan bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam untuk melaksanakan Syariat Islam secara kaffah.

Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang No. 44 Tahun 1999 menjelaskan bahwa penyelenggaraan keistimewaan Aceh meliputi :

a.       Penyelenggaraaan kehidupan beragama

b.      Penyelenggaraan kehidupan adat

c.       Penyelenggaraan pendidikan

d.      Peran ulama dalam penetapan kebijakan daerah

.

Penyelenggaraan kehidupan beragama di daerah diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan syariat Islam bagi pemeluknya dalam bermasyarakat (UU No.44 Tahun 1999 pasal 1 ayat(1). Sebagai pelaksanaan dari maksud undang-undang tersebut telah dikeluarkan pula Perda. Prov. Daista. No.5 tahun 2000 yang antara lain ditegaskan bahwa pemerintah daerah berkewajiban mengembangakan dan membimbing serta mengawasi pelaksanaan syariat Islam dengan sebaik-baiknya (pasal 3).

Dalam pasal berikutnya dijelaskan bahwa setiap pemeluk agama Islam wajib mentaati, mengamalkan, menjalankan Syariat Islam secara kaffah dalam kehidupan sehari-hari dengan tertib dan sempurna, melalui pribadi, keluarga, masyarakat dan juga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam perkembangan selanjutnya melalui UU No. 18 Tahun 2001 (UU NAD) untuk Aceh diberikan kesempatan untuk membentuk Mahkamah Syariat sebagai peradilan Syariat Islam yang bebas dari pengaruh pihak manapun (independent). Kewenangan mahkamah syariat tersebut dilaksanakan atas Syariat Islam yang di atur lebih lanjut dengan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Rancangan qanun peradilan syariah Islam menetapkan bahwa kewenangan mahkamah syariat meliputi :

1.      Ahwalusy syahsyiah

2.      Muamalat

3.      Jinayat (Pidana)

 

Masyarakat Aceh ingin segera mewujudkan tegaknya Syariat Islam di Aceh dengan harapan ingin menikmati kehidupan yang penuh kedamaian, keberkahan, dan diridhai oleh Allah SWT. dan sesegera mungkin dapat melepaskan diri dari ketergantungan kepada hukum yang tidak Islami. Untuk mewujudkan hal tersebut dituntut peran yang lebih aktif dari semua pihak (eksekutif, legislatif, yudikatif, serta masyarakat pada umumnya).

Dalam kesempatan ini kami ingin ikut rembug dan melihat bagaimana peran dari polisi, jaksa, hakim, dan pengacara.

Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dikenal catur wangsa penegak hukum yaitu :

-         polisi

-         hakim

-         jaksa

-         pengacara

 

Dalam proses penegakan syariat Islam di Aceh keempat catur wangsa tersebut juga mengemban peran dan tugas yang sangat penting dan strategis. Kepala BPHN pernah mengemukakan bahwa kokohnya hukum berlaku di masyarakat tergantung pada kokohnya tiga tonggak yang menopangnya, yakni Aparat penegak hukum, peraturan-peraturan hukum yang jelas dan kesadaran hukum masyarakat yang mendukung hukum itu.

 

1.      Peranan polisi

Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintah negara di bidang penegakan hukum, perlindungan dan pelayanan masyarakat serta pembimbingan masyarakat dalam rangka terjamin dan tegaknya hukum serta terbinanya ketentraman masayarakat guna terwujudnya keamanan dan ketertiban masyarakat.

polisi sebagaimana diamantakan dalam UU NAD NO 18 tahun 2001 pasal 21 ayat (4): hal-hal mengenai tugas fungsional kepolisian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bidang ketertiban dan ketentraman masyarakat diatur lebih lanjut dengan qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Selanjutnya Ayat (5) pelaksanaan fungsional kepolisian sebagaimana di maksud dalam ayat (4) di bidang ketertiban dan ketentraman masyarakat dipertanggungjawabkan oleh KAPOLDA kepada gubernur Provinsi NAD.

Jelaslah kiranya bahwa seorang yang diangkat menjadi seorang POLRI di Provinsii NAD mampu memahami sistem hukum dalam masyarakat Aceh, budaya dan adat istiadat.

Meskipun dalam UU NAD kepolisian daerah provinsi NAD tidak langsung di bawah Gubernur dan masih merupakan bagian dari kepolisian Negara Republik Indonesia, namun polisi yang bertugas di Aceh harus memperhatikan kesadaran hukum yang dianut oleh masyarakat Aceh yaitu pelaksanaan Syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari secara kaffah.

Sudah saatnya polisi di NAD tampil dalam profil dan bentuk yang Islami. Kemampuan dalam pemahaman tentang ajaran Syariat Islam mutlak harus dimilki oleh polisi yang ditempatkan di Aceh.

Tantangan yang dihadapi sangatlah berat, karena untuk merubah paradigma POLISI YANG ISLAMI membutuhkan anggaran yang sangat besar dan memakan waktu yang lama. Mulai dari perekrutan pendidikan dan latihan hingga penugasan di tempat tugas. Kesiapan qanun-qanun sangat membantu aparat kepolisian dalam bertindak di lapangan sehingga akan kecil kemungkinan terjadi kesalahan prosedur di lapangan baik disengaja maupun kekhilafan aparat kepolisian sendiri. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana telah mengatur tentang kedudukan, peranan dan tugas kepolisian negara Republik Indonesia dalam kaitannya dengan proses pidana sebagai penyelidik dan penyidik serta melaksanakan koordinasi dan pengawasan terhadap penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Pejabat kepolisian negara R.I senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan serta menjunjung tinggi HAM dalam melaksanakan tugas dan wewenang tersebut, kepolisian R.I mengutamakan tindakan pencegahan dengan tidak mengabaikan kode etik kepolisian yang menjadi petunjuk tingkah laku (Code of cinduct).

 

II. Peranan Jaksa

Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh Undang-Undang (UU No.5 Tahun 1991) untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk melaksanakan penuntutan dan melaksanakan putusan. Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara ke pengadilan negeri yang berwenang.

Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1991 pasal 24 ayat (1) tugas kejaksakan dilakukan oleh kejaksaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebagai bagian dari Kejaksaan Agung R.I 

Pelaksaaan tugas dan wewenang jaksa mempunyai 3 (tiga) bidang  :

1.      Bidang Pidana meliputi

a.       Melaksanakan penuntutan dalam perkara pidana

b.      Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan

c.       Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan keputusan lepas bersyarat

d.      Melengkapi berkas perkara tertentu untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan dan dalam pelaksanaan dikoordinasikan dengan penyidik.

2.      Bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak di dalam maupu di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintahan.

3.      Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum, kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan :

a.       Peningkatan Kesadaran hukum masyarakat

b.      Pengamanan kebijaksanaan penegakan hukum

c.       Pengaman peredaran barang cetakan

d.      Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara

e.       Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama

f.        Penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal

 

Dengan pemberlakuan Syariat islam, kejaksaan dituntut untuk mampu mereposisi dirinya demi susksesnya pembangunan hukum di Aceh dengan tidak melupakan asas legalitas maupun asas praduga tak bersalah (“Presumption of Innoncent”, sumber hukum Islam yang juga Qanun-qanun yang merujuk pada hukum Islam menjadi perhatian kita semua.

 

III. Peranan Hakim

Pengadilan adalah benteng terakhir dari keadilan bila pengadilan telah tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik, maka keadilan pun hanya harapan semata. Apabila keadilan tidak lagi bisa didapatkan di pengadilan maka orang pun tidak lagi dapat taat kepada hukum.

Dari ungkapan di atas maka peran aparatur pengadilan terutama hakim sangat penting dalam dalam penegakan hukum (Syariat Islam). Hakim atau pengadilan pada prinsipnya adalah pasif, artinya hakim tidak mencari-cari perkara, tapi melayani pihak yang mengadu karena merasa haknya diragukan oleh pihak lain. Dalam menyelesaikan perkara yang diajukan kepada hakim wajib memperhatikan dengan sungguh-sungguh niali-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat sehingga putusannya sesuai dengan keadilan.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang pokok-pokok kekuasaan kehakiman, pasal 27 ayat (1) menjelaskan bahwa: hakim sebagai penegak hukum dan kedilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat”. Hakim, dalam melaksanakan tugasnya harus mampu menjadikan lembaga pengadilan/ mahkamah sebagai lembaga pelaksanaan kekuasaan kehakiman yang mandiri sebagai mana yang dituntut oleh UUD 1945.

Peradilan yang mendiri adalah juga salah satu prinsip peradilan dalam Islam. Dalam surat Umar Bin Khatab (Risalatul Qadha) telah dirumusakan bagaimana prinsip-prinsip pokok peradilan yang mandiri dan bagaimana sikap hakim dari suatu pengadilan yang madiri, yaitu :

1.      hakim harus benar-benar memahami hukum

2.      hakim harus bersifat tidak memihak, dalam pemeriksaan dan memutuskan perkara.

3.      putusan hakim harus dapat dilaksanakan (Law Enforcement)

4.      hakim harus mengikuti hukum acara demi kepastian hukum bagi pihak-pihak yang berperkara.

 

Prinsip-prinsip peradilan yang madiri dan sikap hakim seperti yang dikemukakan di atas lebih menjadi suatu ketentuan di setiap negara didunia meskipun mereka tidak menyebutkan sumbernya dari surat Umar Bin Khatab tersebut

Hakim sangat berperan dalam mewujudkan peradilan yang madiri dari segala macam intervensi hakim yang dapat melaksanakan tugas tersebut adalah hakim-hakim yang memenuhi syarat-syarat yaitu hakim yang alim dalam hukum Syariat dan memiliki keterampilan dalam melaksanakan hukum.

 

IV. Pengacara

Tugas pokok pengacara adalah membantu pengadilan melaksanakan keadilan dan hukum. tugas yang diembanya tidak kurang dari tugas yang diemban oleh para hakim dan pejabat pengadilan yang lain. Karena itu sebelum memulai tugasnya pengacara harus disumpah terlebih dahulu di muka pengadilan.

Pengacara (advocat) dengan keahlian yang dimilikinya membantu perseorangan dalam masyarakat dengan mewakilinya di muka pengadilan atau pada tahap pemeriksaan/penyidikan di kepolisian atau kejaksaan atau kejaksaan dalam perkara pidana/jinayah.

Peran pengacara di pengadilan adalah untuk membantu hakim dalam menegakkan hukum, sehingga hakim tidak salah dalam menegakan hukum. Pengacara bekerja untuk membantu orang yang teraniaya atau karena haknya dilanggar, jiwanya terancam, pribadinya dihina atau untuk membantu orang-orang yang tidak mengerti bagaimana beracara dipengadilan.

Kehadiran pengacara di depan sidang pengadilan juga dapat mencegah penyelewengan yang mungkin dilakukan oleh hakim. Tanpa kehadiran pengacara di depan sidang pengadilan sulit untuk mewujudkan pengadilan yang benar-benar dapat menegakkan keadilan.

Untuk dapat mengemban amanah yang baik terutama dalam penegakan syariat Islam, atau membela kliennya di depan mahkamah Syar’iyah, maka pengacara haruslah memahami Syariat Islam terutama yang berkenaan dengan masalah jinayat. Selain itu, pengacara haruslah tidak berorientasi semata-mata kepada materi sehingga akan menempuh segala cara untuk memenangkan kliennya.

Dengan kualifikasi harus menguasai Syariat Islam, seakan peluang dari Alumni (Fakultas Syariah) untuk menjadi pengacara haruslah diberi kesempatan dan bagi sarjana hukum harus membekali diri tentan Syariat Islam.

 

   
 
 Isi Pelopor

 Laporan Utama
 Diskriminasi Perempuan

 B O X
 

 Meudrah
 Tanya jawab seputar HAM.

 Wawancara
  "Kami Selau dibohongi".

  H a b a
   Halaman Berita Pelopor.

 

 

 

 

 
   
   
   
   
   
   
   
   
   

 Kembali ke Halaman Depan


Copyright © 2002  All rights reserved.